Menelaah kota Tangerang Selatan melalui
kacamata sejarah mempunyai pengaruh besar terhadap kemerdekaan tanah
air. Tangerang Selatan yang kini berdiri sebagai daerah tingkat II di
wilayah Tangerang hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang, meliputi
tujuh kecamatan di dalamnya memiliki nilai historis yang luar biasa.
Ciputat merupakan salah satu kecamatan di wilayah Tangerang Selatan yang
menjadi pusat peradaban terpenting sehingga Ciputat dijuluki sebagai
ibu kota Tangerang Selatatan meskipun pusat pemerintahannya untuk
sementara di kantor Kecamatan Pamulang.
Dahulu kala wilayah Ciputat meliputi Pamulang, Serua, Bintaro, Pondok Aren, Rempoa, Kedaung, dan sekitarnya. Daerah tersebut dikuasai oleh kekuasaan Belanda yang disebut tuan tanah atau yang lebih akrab dipanggil “tuan item” oleh masyarakat pada saat itu. Tuan tanah kolonial Belanda mengambil kekuasaan Ciputat melalui tangan kanannya pada tahun 1940, pegawai tuan tanah adalah orang-orang ber-etnis Tiong Hoa. Penduduk asli Ciputat meliputi tiga etnis yaitu Sunda, Betawi, dan Tiong Hoa bahkan ketiga etnis ini menjadi penduduk wilayah yang kini disebut Tangerang Selatan. Belanda yang memegang kekuasaan Ciputat ini didominasi oleh orang beretnis Tionghoa yang sangat banyak jumlah penduduknya bahkan menjadi sebuah mayoritas. Berkurangnya etnis Tionghoa di Ciputat dikarenakan salah seorang putri tuan tanah Belanda dipersunting oleh orang beragama Islam, tepatnya orang Arab, yang bernama Tuan Salim. Pada saat itu agama Islam belum berkembang di kota Ciputat, keyakinan yang mereka yakini masih kolot.
Pada tahun 1942 Ciputat dihuni oleh
etnis Tionghoa dan ketika itu belanda atau kolonial menguasai penuh
Ciputat, semenjak putri tuan tanah dipersunting oleh orang Islam dari
Arab, kekuasaan tuan tanah diduduki oleh tuan Salim kemudian tuan Salim
mewakafkan sebuah tanah yang cukup luas untuk didirikan sebuah musholla
sebagai tempat beribadah penduduk yang beragama Islam agar agama Islam
dapat berkembang.
Musholla itu didirikan dari bilik bambu.
Kemudian seiiring berjalannya waktu musholla itu dikembangkan menjadi
sebuah masjid yang dipegang dan dikeloloa langsung oleh pemiliknya.
Masjid tersebut menjadi satu-satunya tempat beribadah bagi umat beragama
Islam di Ciputat. Saat ini masjid itu telah dikelola oleh yayasan dan
diberi nama Masjid Agung Al Jihad.
Semenjak adanya Masjid Agung, agama
Islam mulai berkembang dan mulai banyak mualaf yang berasal dari etnis
Tionghoa. Pada saat itu masyarakat belajar agama Islam melalui seorang
mualim secara lisan, tidak ada pembelajaran secara tertulis, semua ilmu
yang mereka peroleh diperoleh secara lisan dari seorang mualim. Meskipun
agama Islam mengalami perkembangan pesat, namun masih banyak penduduk
Konghucu yang mendiami Ciputat, serta masih banyak pula orang-orang
yang menganut paham animisme, setiap kali mereka mengadakan acara sesajen merupakan unsur terpenting yang tidak dapat dilepaskan.
Setelah hadirnya IAIN (sebelumnya
bernama ADIA-Akademi Dinas Ilmu Agama) yang kini menjadi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, pengaruh positif terasa oleh masyarakat Ciputat.
Secara perlahan-lahan kepercayaan animisme mereka hilang dengan
sendirinya karena setiap masjid selalu mengadakan syiar dakwah. Timbul
banyak paham baru terhadap agama Islam di kota Ciputat dan tidak ortodok
lagi.
Istilah Ci pada kata Ciputat berasal dari kata Cai yang dalam Bahasa Sunda berarti air, sedangkan putat berasal
dari nama pohon, yaitu pohon putat. Wilayah ini dahulu dipenuhi oleh
pohon putat yang tersebar dimana-mana, putat adalah pohon yang
dimanfaatkan sebagai makanan berupa lalapan oleh penduduk, selain pohon
putat juga terdapat banyak pohon kelapa. Kota ini dipanggil Ciputat
sejak masa kolonial belanda. Ditengah pasar Ciputat yang kini berdiri
tiga lantai dan menjadi pusat perdagangan utama masyarakat dahulunya
terdapat sebuah kobak (mata air) besar yang tidak pernah kering yang
menjadi sumber pemanfaatan penduduk pada masa itu sehingga tempat itu
dipanggil Caiputat. Kini kobak itu sudah tidak ada lagi dan dibangun menjadi pasar Ciputat yang menjadi ujung tombak kemacetan yang terjadi di Ciputat.
Sejak dahulu hingga kini Ciputat menjadi pusat pengembangan masyarakat
di Tangerang Selatan karena pada waktu itu hanya ada satu sekolah yaitu
SR (sekolah rakyat) yang berada di Ciputat. Pak Halim yang merupakan
salah seorang veteran yang telah hidup selama 84 tahun menceritakan
peperangan yang ia alami pada masa penjajahan kolonial Belanda dan
Pendudukan Tentara Jepang hingga Perang Kemerdekaan yang terjadi di
Ciputat. Pada saat itu BKR (Barisan Komando Rakyat) yang berada di
Ciputat berada di sebelah Masjid Agung bahkan hingga kini tempat itu
masih ada dan menjadi kantor pejuang veteran, tepatnya kini berada di
depan kantor pos Ciputat. Sedangkan markas kolonial Belanda terletak di
Kebayoran Lama. Pada masa peperangan melawan kolonial Belanda oleh para
pejuang dibantu oleh Divisi Siliwangi. Peperangan melawan kolonial
Belanda terjadi di Pasar Jumat, pada jembatan Pasar Jumat dipasangkan
kawat berduri untuk melawan kolonial dan juga digunakan sebagai tembok
pertahanan pejuang.
Sejak dahulu yang terbanyak yang
dimanfaatkan dari Ciputat adalah hasil rempah-rempah, panen pangan, dan
buah-buahan. Di Ciputat tidak ditemukan bangunan-bangunan arsitektur
peninggalan kolonial Belanda karena memang di Ciputat ini hanya
dimanfaatkan untuk pengambilan bahan pokok saja, kalaupun ada
bangunan-bangunan yang didirikan kolonial Belanda kini telah
dihancurkan.
Kini Ciputat mengalami perubahan
seiriing dengan arus modernisasi, Ciputat menjadi sebuah kota padat
penduduk dan menjadi sebuah kota mata pencaharian penduduk. Banyak
lahan-lahan perdagangan, perkantoran, dan perindustrian. Saat ini
perkumpulan veteran di Ciputat masih ranting, dan banyak sekali
pejuang-pejuang veteran yang tidak dikenali bahkan makamnya tersebar di
wilayah-wilayah sekitar Ciputat.
Pada tahun 1945 di dekat Masjid Agung al
Jihad terdapat Tugu Nasional, yang didirikan oleh para pejuang.
Sayangnya kini Tugu Nasional itu telah dihancurkan oleh para penghianat
bangsa pada peristiwa G 30 S PKI. Tahun 1971 tuan tanah menjual tanah
untuk kelangsungan hidup masyarakat yang mengalami kesulitan hidup.
Perkumpulan pejuang veteran di kota Tangerang Selatan dilaksanakan
setiap peringatan kemerdekaan RI pada 17 Agustus, sedangkan perkumpulan
pejuang veteran pusat dilaksanakan setiap tanggal 02 Januari yaitu LVRI
(Legiun Veteran Republik Indonesia). Peranan pemerintah terhadap pejuang
veteran begitu bermakna pada masa pimpinan Presiden SBY, pada masa
pimpinan sebelumnya tidak ada perhatian khusus terhadap pejuang. Hal
inilah yang dirasakan oleh para pejuang veteran yang ada di Ciputat,
karena hanya pada masa pimpinan SBY para pejuang veteran merasakan
adanya dana kehormatan diluar tunjangan dan hal inilah yang membuat para
pejuang veteran merasa terayomi.
Setelah usai perang, Pak Halim
memutuskan untuk kembali ke masyarakat menjadi rakyat jelata dan bekerja
sebagai pedagang dan kuli panggul, namun tidak semua para pejuang
mengikuti jejak Pak Halim untuk kembali ke masyarakat, sebagian dari
mereka tetap melanjutkan perjuangannya sebagai pejuang. Bahkan hingga
kini perjuangan para veteran masih berlanjut. Contohnya kehadiran Ikatan
Pemuda Panca Marga yang anggotanya merupakan anak-anak dari para
pejuang veteran yang bertujuan melanjutkan perjuangan dan tugas orangtua
mereka sebagai pejuang veteran. Tetapi tidak hanya anak pejuang veteran
yang bias ikut serta dalam Pemuda Panca Marga, siapapun yang memiliki
niat tulus untuk bangsa dapat bergabung dengan Pemuda Panca Marga.
Link terkait disini
1 komentar:
Kalau boleh tau lurah pertama ciputat siapa ya?Soalnya banyak dengar cerita dari orang2 tua didaerah ciputat menyebut nama tentji bin sanen... apakah beliau yg menjadi lurah pertamanya?
Posting Komentar